Senin, 29 Mei 2017

cerpen remaja

Penyambut Pagi Cerahku


Alma menutup kitab suci Al-Qur’an, pertanda ia sudah selesai membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang indah. Itu adalah kegiatan rutin pagi hari setelah Shalat Shubuh. Almarhum Abinya-lah yang telah mengajarkan kebiasaan baik itu sejak ia duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar. Setelah itu, ia segera mandi dan sarapan bersama Umi dan Kakanya. Alma sarapan dengan lahapnya, karena masakan Uminya sangat enak. Ia tak lupa bersyukur.
“Umi, Alma sekolah dulu,” kata Alma lalu mencium tangan Uminya.
“Yang pintar ya Nak, Umi selalu doakan kamu… juga Kakak” jawab Umi. Alma mengangguk dan tersenyum.
Alma berjalan dengan riangnya, lalu ada seorang laki-laki yang menghampirinya.
“Good morning, Alma!’ kata laki-laki itu kepada Alma sambil tersenyum.
“Kakak, good morning too!” jawab Alma kepada lelaki yang dipanggilnya Kakak. Lelaki itu adalah sahabat laki-laki Alma yang selalu mengerti Alma, juga setia menyambut pagi Alma. Namanya Raiyyan. Siswa kelas 11 IPA 2. Mereka adalah sahabat sejak setahun yang lalu, tepatnya saat hari ketiga MOS angkatan Alma berlangsung.
Mereka berjalan beriringan menuju kelas. Lalu Alma tiba di kelasnya, tak lupa ia lemparkan senyum ke Raiyyan juga lambaian tangan. Raiyyan juga membalasnya begitu.
Kriiiingg!!!
Bel pertanda istirahat dimulai. Semua siswa berhamburan keluar kelas. Ada yang ke kantin, ada yang ke perpustakan, ada juga yang hanga diam di dalam kelas. Alma memutuskan untuk pergi ke kantin, membeli siomay kesukaannya.
“Alma!” sapa Raiyyan mengagetkan Alma. Alma tidak tahu bahwa Raiyyan menunggunya dan duduk di kursi depan kelas Alma.
“Kakak, maaf nggak keliatan. Mau ke kantin ya Kak?”
“Iyah nggak papa, oke bareng yuk!” jawab Raiyyan. Lalu mereka berdua berjalan bersama menuju kantin. Selam perjalanan menuju kantin, senyum di wajah Alma tak pernah pudar. Mungkin karena di dekat sahabatnya, Muhammad Raiyyan Firdaus. Hal serupa juga terlihat dari pancaran wajah Raiyyan.
Sesampainya di kantin, mereka sama-sama memesan siomay. Lalu mereka mencari bangku untuk mereka duduk.
“Alma, jam tangan kamu bagus” kata Raiyyan memulai pembicaraan karena ia tahu bahwa Alma mulai bosan menunggu Paman Rozak mengantar siomay.
“Iya Kak, Makasih. Ini pemberian almarhum Abi” kata Alma sambil mengelus-elus jam tangannya. “Maaf Alma, aku tak bermaksud membuatmu sedih.” tutur Raiyyan. “Eh, nggak papa kok Kak,” jawab Alma berusaha tenang. Lalu siomay mereka datang, mereka melahapnya dengan sesekali bercanda-sampai siomay mereka habis tak bersisa.
“Alma, anterin aku ke kamar mandi dong!” kata Athiyah datang menuju Alma yang sedang berbincang-bincang bersama Raiyyan. Lalu Alma mengiyakan.
“Kak, Alma titip jam ini yah, takut basah!” kata Alma sambil melepas jam tangannya lalu diberikannya kepada Raiyyan. Raiyyan menerimanya dan berniat untuk menjaga jam itu. Alma dan Athiyah berjalan menuju kamar mandi meninggalkan Raiyyan sendiri.
“Raiy, jam tangan siapa tuh?” tanya Rendra menghampiri Raiyyan yang duduk sambil memegang jam tangan Alma. “Alma, Ren” jawab Raiyyan. “Kenapa sih kamu kok nggak mau nembak dia, kalian kan udah deket banget!” celetuk Rendra. Raiyyan hanya tersenyum. “Mm, kalau jadi pacar, setahun berlalu ntar putus gitu? Lalu musuhan, dan hubungan berakhir. Mending sahabatan aja, selalu ada dalam suka dan duka” kata Raiyyan kemudian. “Bijak sekali kau!” kata Rendra menepuk-nepuk bahu Raiyyan.
“Astaghfirullah!!!” kata Rendra kaget, karena Leo menepuk pundaknya dengan keras, pantas saja ia kaget. Dengan waktu yang bersamaan, jam tangan Alma jatuh dan pecah. Hancur berkeping-keping, sama seperti hati Raiyyan saat itu. “Kamu sih pake ngagetin aku!” sontak Rendra memarahi Leo. Akhirnya Rendra dan Leo bertengkar-sampai melihat Alma dari kejauhan menuju mereka, mereka lari ketakutan, sangat pengecut. Tidak mau menghadapi permasalahan, malah keluar dari permasalahan itu.
“Kak, jam tanganku kok pecah!” Alma kaget dan sangat marah kepada Raiyyan. “Maaf Ma, tapi bukan aku, jadi gini…” Raiyyan akan menjelaskan hal yang sebenarnya namun Alma memotongnya. “Alasan! aku nggak nyangka, Kakak mengecewakan!” Alma berlari meninggalkan Raiyyan, ia masih tak percaya pada perbuatan Raiyyan. Seharusnya ia mendengarkan penjelasan Raiyyan, bukan malah menuduh sembarangan. Akhirnya, bel pertanda masuk berbunyi, Raiyyan berjalan menunu kelasnya dengan langkah yang lemah, tak berdaya.
Bel pulang sekolah berbunyi, setelah beberapa jam berkutat bersama pelajaran. Alma menunggu Uminya menjemput, ia menunggu di pos satpam. Raiyyan berjalan menemui Alma, berniat memberikan sesuatu kepada Alma.
“Alma, aku tau kamu masih marah ke aku. Tapi please, terima kado ini. Maaf aku memberikan sekarang, karena besok aku nggak masuk. Selamat ulang tahun, Almayra Qurrota Aini. Semoga panjang umur dan sehat selalu yah. Dan jangan pernah lupain aku, walaupun waktu bahkan maut memisahkan.” kata Raiyyan lalu meletakkan kado itu di meja. Alma hanya diam, tak berucap sehuruf pun. Lalu Papa Raiyyan datang, akhirnya Raiyyan pulang. Alma memang masih marah ke Kakak, tapi aku udah maafin Kakak. Terima kasih, aku berjanji. Kata Alma dalam hati
Di dalam mobil, ia terus mencium aroma mawar yang di pegangnya, mawar untuk Alma. Tadi sepulang sekolah ia mampir terlebih dahulu di toko bunga. Lengkap juga dengan surat berbentuk hati berpadu dengan cantiknya mawar. Tiba-tiba terdengar suara klakson truk dari arah yang berlawanan, Jeddar!!! dalam sekejap mobil yang ditumpangi Raiyyan dan ayahnya hancur, dihantam truk.
Pagi yang cerah namun aneh, tidak ada penyambut pagi yang Alma nanti. Malah ia melihat gerombolan anak, lalu ia menghampiri mereka. “…Leo minta doanya ya, kawan. Raiyyan mengalami kecelakaan parah, ia harus melewati serangkaian operasi. Dan, sekarang ia koma. Semoga Raiyyan cepat siuman dan dapat berkumpul di tengah-tengah kita lagi…” kalimat itu Alma dengar dari bibir Leo. Sontak ia kaget. Perasaannya campur aduk. Pikiran negatif menghantuinya. Ia menangis saat itu juga, hatinya hancur bak diterpa angin badai menjadi abu yang berterbangan. “Dan Alma, yang memecahkan jam tanganmu itu aku, bukan Raiyyan. Maafkan aku Alma,” kata Leo lagi. Alma menyesal, mengapa ia tak mendengarkan penjelasan Raiyyan? Hatinya sakit, bak disayat pisau belati.
Sepulang sekolah, Alma ditemani Athiyah pergi menjenguk Raiyyan yang tengah koma. “Alma, ini dari Raiyyan” kata Ayahnya Raiyyan yang selamat- setelah mereka bersalaman. Alma mengucapkan terima kasih. Ia membaca surat dari Raiyyan.
“Hai Alma. Aku harap kamu sudah memaafkanku, jika tidak itu tak apa. Aku hanya butuh memberikan bunga ini untukmu, semata-mata untuk mewakili perasaanku padamu. Sebenarnya, aku cinta sama kamu. Aku berharap kau mau menerimaku. Love you, Alma” isi surat itu, tampaknya, Raiyyan telah berubah pikiran, ia akan menerima segala resiko yang menanti.
Alma menangis mengharu biru. Hatinya terenyuh, ingin sekali ia menjawab dengan lantang “I love you too,” kepada Raiyyan. Pikirannya terhenti saat melihat monitor alat perekam denyut jantung memperlihatkan garis lurus yang rata. Hatinya dihantam badai tornado yang sangat kencang, membuyarkan semua rasa yang terpendam. Hilang, melayang menjadi satu bersama tornado.
Alma POV
Air mata berulamg kali kuusap namun tak bisa. Tak kusangka, di hari ulang tahunku aku mendapat kado terpahit seumur hidupku. Seharusnya Kakak harus bangun, agar bisa bersamaku. Menyambut pagiku, memakan siomay berdua denganku, juga bermain di tengah hujan bersamaku. Kini semua sirna, hanya aku dan bayanganku. Kau telah pergi meninggalkanku selamanya, Aku nggak percaya! Kakak masih hidup! Kakak, terima kasih atas semua kenangan manis yang kau haturkan, aku akan selalu mengingatmu seumur hidupku sampai matiku. Juga, maafakan aku kakak… Aku meletakkan bunga mawar di atas nisannya, juga menaburkan bunga di sepanjang kuburnya. Tak tega rasanya, jika kehilangan orang tersayang atau orang yang dicintai. I love you Kakak, Aku akan berusaha mengikhlaskan kepergianmu serta mendoakanmu, semoga kau tenang di surga, sayangku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar